Monday, October 11, 2010

Beda keinginan dan kebutuhan

( Cerita Abu Khubaisy kepada para muridnya )

Abdullah bin Umar, khalifah yang terkenal sebagai pembangun Bait al Maqdis, suatu hari terserang oleh suatu penyakit. Para asistennya, sangat mengkhawatirkan umur khalifah karena penyakitnya itu.

Ternyata Allah SWT belum berkenan memanggil Abdullah keharibaanNya. Khalifah berangsur-angsur pulih. Setelah agak mendingan keadaannya, Abdullah berniat hendak menyantap ikan panggang. Khalifah kemudian mengutarakan keinginannya itu kepada salah seorang asistennya.
Asisten yang setia itu, segera berusaha untuk memenuhi selera junjungannya. Ia pergi mencari ikan dan setelah mendapatkannya segera dipanggangnyalah ikan tersebut.

Abdullah bin Umar menghadapi ikan panggang yang baru saja diturunkan dari panggangannya. Aromanya begitu memikat, sehingga bertambah seleranya dan ingin segera menyantapnya.

Dalam keadaan yang siap santap itu, tiba-tiba muncul seorang musafir yang tampak sangat kelaparan. Serta merta Abdullah menyuruh pembantunya untuk segera mengangkat hidangan yang ada di hadapannya itu kepada sang musafir. Merasa jerih payahnya tidak dinikmati oleh Abdullah, asisten itu protes. Ia keberatan kalau makanan tersebut diberikan kepada musafir tadi. " Tapi ini makanan yang dengan sengaja saya buatkan untuk tuan dan sesuai dengan pesanan tuan." " Wahai, pembantuku ! Tahukah kamu bila aku memakan makanan ini, maka sebetulnya itu aku lakukan karena aku suka. Karena aku menyenanginya. Tetapi, bila musafir itu memakannya, maka itu ia lakukan karena memang ia butuh. Jadi makanan itu lebih berharga bagi dia daripada untukku. Jangan lupa, Allah SWT berfirman : " Kalian sekali - kali tidaklah memperoleh kebajikan sehingga kalian menyedekahkan apa - apa yang kalian senangi ".
(Dikutip dari Mutiara hikmah dalam 1001 kisah: 2)
http://www.dongengkakrico.com
(SELESAI)

Thursday, October 7, 2010

Pembangunan Berkelanjutan


Pendahuluan

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

Konsep Pembangunan berkelanjutan ini kemudian dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul “Our Common Future” (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada 1987. Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multi-interpretasi. Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi, 2004).

Menurut Perman et al., (1996) dalam Fauzi (2004), setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama, menyangkut alasan moral. Generasi kini yang menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan memiliki kewajiban moral untuk menyisakan layanan sumberdaya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengkestraksi sumberdaya alam yang merusak lingkungan sehingga menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi. Keanekaragaman hayati, misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada hal yang mengancam fungsi ekologi tersebut. Ketiga, menyangkut alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih menjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria berkelanjutan. Dimensi ekonomi keberlanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergenerational welfare maximization).

Lebih lanjut menurut Hirnawan (2008), Pembangunan berkelanjutan tidak memiliki pengertian hanya sebatas pembangunan berwawasan lingkungan saja, melainkan lebih berkonotasi atau menekankan proses pembangunan itu sendiri daripada sasaran akhir, yang menuntut analisis-analisis dan pengetahuan yang tidak sederhana seperti pada proses pembangunan tradisional. Penekanan pemahaman berkelnajutan lebih lanjut diberikan melalui ilustrasi yatitu apabila ada dua alternative pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan yang sama, tetapi salah satu memberikan solusi keberlanjutan maka akan dipilih alternative yang disebutkan terakhir tersebut.

Ruang lingkup pembangunan berkelanjutan secara konseptual meliputi empat komponen keberlanjutan, yakni lingkungan (environmental sustainability), ekonomi (economic sustainability), social (social sustainability) dan politik (political sustainability). Ketercapaian tujuan pembangunan berkelanjutan adalah konsekuensi dari sinergisme keberhasilan keempat komponen tersebut.

Sasaran Pembangunan Berkelanjutan

Komunitas Internasional melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB di New York pada bulan September tahun 2000 telah mendeklarasikan suatu kesepakatan global yang disebut Deklarasi Milenium. Deklarasi yang disetujui oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 Kepala Pemerintahan, Kepala Negara dan Tokoh-tokoh dunia ini menghasilkan 8 Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Kedelapan Sasaran Pembangunan Milenium ini telah menjadi salah satu acuan penting yang ingin dicapai dalam pembangunan di Indonesia sejak tahun 2000 sampai 2015.

Secara singkat MDGs berisikan kesepakatan dunia untuk menanggulangi/mengurangi kemiskinan, kelaparan, kematian ibu dan anak, penyakit, buta aksara, diskriminasi perempuan, penurunan kualitas lingkungan hidup dan kurangnya kerjasama dunia. Kedelapan Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs) itu adalah:
Mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan (MDG ke-1)
· Target 1: Mengurangi jumlah penduduk yang mengalami kemelaratan ekstrim hingga separuhnya
· Target 2: Mengurangi jumlah penduduk yang mengalami kelaparan hingga separuhnya
2. Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua (MDG ke-2)
· Target 3: pada tahun 2015 semua anak Indonesia baik laki-laki maupun perempuan mampu memperoleh pendidikan dasar yang lengkap.
3. Mendorong adanya kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan (MDG ke-3)
· Target 4: Menghilangkan perbedaan jender pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
4. Mengurangi jumlah kematian anak (MDG ke-4)
· Target 5: pada tahun 2015 dapat menurunkan kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun hingga dua per tiganya (dari kondisi tahun 1990).
5. Meningkatkan derajat kesehatan ibu (MDG ke-5)
· Target 6: pada tahun 2015 dapat menurunkan tingkat kematian ibu dalam proses melahirkan hingga tiga per empatnya (dari kondisi tahun 1990)
6. Memerangi penyakit HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya (MDG ke-6)
· Target 7: Menghentikan kecenderungan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia
· Target 8: Menghentikan kecenderungan penyebaran Malaria dan penyakit-penyakit utama lainnya di Indonesia.
7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup (MDG ke-7)
· Target 9: Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan kedalam kebijakan dan program-program Pemerintah, mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan
· Target 10: Mengurangi jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada air minum sehat dan sanitasi dasar hingga separuhnya.
· Target 11: Mencapai perbaikan yang signifikan bagi kehidupan penduduk yang tinggal di daerah-daerah kumuh hingga separuhnya.
8. Mengembangkan kemitraan global untuk tujuan pembangunan (MDG ke-8)
· Target 12: Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.
· Target 13: Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.
· Target 14: Membantu kebutuhan-kebutuhan negara-negara berkembang dan negara-negara kepulauan kecil (melalui program pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara kepulauan kecil dan ketentuan sidang umum ke-22).
· Target 15: Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang.
· Target 16: Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda.
· Target 17: Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical" untuk menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara-negara berkembang.
· Target 18: Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.


Menurut Hirnawan (2008), Pembangunan berkelanjutan memiliki sasaran :
1. Pertumbuhan ekonomi akibat pembangunan tidak mengorbankan lingkungan (diserasikan, diseimbangkan)
2. Potensi sumberdaya untuk generasi mendatang tidak dihabiskan sekarang, melainkan dibina untuk digunakan pada masa depan (tidak boleh terjadi pemborosan potensi kebumian atau sumber daya geologi seperti sekarang)
3. Pemanfaatan satu potensi tidak mengakibatkan kehilangan atau berdampak mematikan potensi lain.
4. Memerangi kemiskinan, menciptakan standar kehidupan layak, berupaya terus memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia.

Metode Pembangunan Berkelanjutan

Undang – Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang berdasarkan atas Sembilan asas, yaitu : 1) keterpaduan, 2) keserasian, keselarasan dan keimbangan, 3) keberlanjutan, 4) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, 5) keterbukaan, 6) kebersamaan dan kemitraan, 7) perlindungan kepentingan umum, 8) kepastian hukum dan keadilan dan 9) akuntabilitas.

Implementasi Undang-Undang tersebut belum dapat dilaksanakan dengan baik karena standar operasional tata kelolanya belum tersedia. Menurut Hirnawan (2008), ada 3 (tiga) metode yang dapat digunakan untuk menunjang implementasi Undang-undang tersebut agar pembangunan berkelanjutan mampu mengkreasi dan memberlanjutkan pembangunan menuju upaya memberantas kemiskinan, memenuhi standar hidup layak, memberikan kesempatan pemulihan lingkungan alam, dsb. Ketiga metode tersebut sudah dipatenkan oleh Prof. Febri Hirnawan. Metode tersebut adalah sebagai berikut :
1. Metode pendekatan genetika wilayah untuk dasar valuasi potensi dan kendala wilayah.
Melalui pendekatan sistematik-holistik valuasi karakteristik, potensi, dan kendala unit-unit wilayah sebagai produk dari proses kejadian pembentukannya atau genetikanya dapat diperoleh. Satuan genetika wilayah (SGW) adalah unit wilayah terkecil yang emiliki kesamaan genetika, yakni berlitologi sama, berintensitas dan pola deformasi yang sama dan bergeometri bentang alam yang sama sehingga memiliki nilai potensi dan kendala yang sama . Distribusi SGW-SGW dalam suatu wilayah yang luas (kabupaten atau provinsi) dapat dipetakan dan sekaligus divaluasi potensi dan kendalanya.
Sebelum dibangun, valuasi suatu unit wilayah atau SGW menghasilkan nilai kondisi awal (existing condition) dari kemampuan tumbuh wilayah ybs, secara realistis didasarkan atas criteria penilaian yang telah ditetapkan melalui justifikasi yang layak, sangat obyektif, dan terbuka luas bagi kritisi yang perlu. Panilaian atau score menggunakan skala ordinal. Skenario arah pengembangan nilai existing condition dari kemampuan tumbuh ybs dikreasi melalui olah pikir berdasarkan pengalaman dan kemampuan para pelaku pembangunan, planners, menuju nilai-nilai pengembangan yang lebih tinggi secara optimal (kemampuan dan keterbatasan unit wilayah menjadi nilai-nilai pembatasnya). Nilai-nilai tersebut adalah batasan-batasan yang mendasari perencanaan tata ruang.
2. Metode kombinasi infiltrasi dan bendungan bawah tanah
Pemasangan Geoinfiltran air limpasan efektif untuk menghilangkan banjir, sekaligus menyediakan air tanah di dalam akuifer-akuifer potensial untuk dibangun bendungan-bendungan bawah tanah dan permukaan bagi pemenuhan kebutuhan air domestik. Pasokan air domestik dari bendungan bawah tanah pada akhirnya mampu menggantikan abstraksi air di hilir.
3. Metode Integrasi pencegahan longsor sekaligus peningkatan produktifitas lahan rawan gerakan tanah
Infiltrasi air permukaan akan menyebabkan resiko tanah longsor, untuk itu perlu penyediaan tekhnologi pencegahan longsor di wilayah perbukitan melalui penyesuaian geometri lereng dan pemanfaatan vegetasi tanaman keras komersial secara terpadu sehingga lereng stabil, aman, dan produktif.

Skenario arah pengembangan/pembangunan (pengembangan aneka potensi secara optimal)

Menurut Hirnawan (2008), Pengembangan/pembangunan nasional memerlukan sebuah Grand design/Master plan nasional, sebagai dasar manajemen terpadu pembangunan infrastruktur dan lingkungan. Grand design dimaknai sebagai perwujudan visi futuristik berbasis paradigma tangguh teruji, menuju masa depan skenario pembangunan infrastruktur dan lingkungan terpadu secara harmonis yang mampu memberikan pelayanan kesejahteraan lahir batin masyarakat pengguna di Indonesia.

Adanya Grand design pembangunan diharapkan akan mengurangi kerusakan lingkungan akibat proyek-proyek pembangunan yang saling tumpah tindih. Tidak adanya Grand design mengakibatkan terjadinya penghamburan potensi sumber daya. Sering terjadi pemanfaatan satu potensi ternyata mematikan potensi lainnya. Tumapang tindih masalah pertambangan dan kehutananan adalah contoh konkret tidak adanya grand design pembangunan nasional.

Pelaksanaan (penentuan urutan langkah pengembangan dgn tujuan mencegah kehilangan suatu potensi akibat pengembangan potensi lainnya)

Pemanfaatan sumber daya alam harus dapat dimanfaatkan secara rasional dan bijaksana agar hasil dan manfaat sumber daya alam dapat diperoleh secara berkelanjutan. Untuk tercapainya pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan tersebut diperlukan landasan berfikir dalam pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam (Ashdak, 2001), yaitu :
a. Pemanfaatan sumber daya alam agar berkelanjutan diperlukan pelaksanaan kegiatan inventarisasi potensi sumber daya alam, perencanaan, implementasi dan pengawasan.
b. Sumber daya alam dan lingkungan dipandang sebagai ekosisten yang bersifat komplek, maka diperlukan metode inventarisasi dan perencanaan terpadu, organisasi pelaksana dan penagawasan yang terkoordinasi dengan baik.
c. Untuk mencegah benturan kepentingan antar sector-sektor yang memanfaatkan sumber daya alam perlu diupayakan pendekatan multidisiplin dalam bentuk integarasi usaha pengelolaan, khususnya integrasi dalam masalah tataguna lahan dan perencanaan wilayah. Diharapkan tidak ada lagi pemanfaatan suatu potensi sumber daya alam tetapi mematikan potesi pemanfaatan yang lain.
d. Pertimbangan ekonomi dan ekologi harus selaras karena prinsip pengelolaan harus mengusahakan tercapainya kesejahteraan masyarakat dengan mempertahankan kelestarian sumber daya alam.
e. Pengelolaan sumber daya alam mencakup eksploitasi dan pembinaan dengan tujuan mengusahakan agar penurunan daya produksi sumber daya alam sebagai akibat eksploitasi diimbangi dengan tindakan konservasi dan pembinaan. – dengan demikian manfaat sumber daya alam dan lingkungan dapat diperoleh secara berkelanjutan.

Pengawasan (konsisten)

Hasil pembangunan yang bermutu dan berkualitas, akan berpengaruh terhadap pembangunan keberlanjutan. Semua stakeholder baik pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat yang secara langsung merasakan hasil pembangunan juga diharapkan memiliki andil dan berperan dalam hal pengawasan.

Dengan pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan.

Kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
· Regulasi Perda tentang Lingkungan.
· Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
· Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
· Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
· Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
· Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
· Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
· Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Strategi pengarahan proses menuju keberhasilan pembangunan

Kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program ini adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.

Contoh perbaikan lingkungan wilayah pedataran Jakarta

Sebagian besar wilayah Jakarta memiliki kondisi geografis lebih rendah dari permukaan air laut dan terdapat 13 sungai melintasi wilayah Jakarta. Hal inilah yang membuat Jakarta kerap kali mengalami banjir. Keadaan ini diperparah dengan kurangnya mikro drainase di hampir semua wilayah. Mikro drainase yang ada sekarang ukurannya relatif kecil dan kurang tersebar. Selain itu, sampah dan utilitas seperti kabel dan pipa saluran air PAM seringkali menjadi penyebab tersumbatnya saluran sehingga pada saat turun hujan air yang masuk ke saluran tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan.

Perbaikan lingkungan wilayah Jakarta dilakukan melalui :
· Program pembuatan banjir canal timur dan banjir canal barat diharapkan akan mampu mengurangi intensitas banjir di Jakarta. Program ini ternyata kurang berhasil disebabkan karena memang wilayah Jakarta lebih rendah dibanding muka air laut.
Pencegahan banjir dapat dilakukan dengan cara yang lebih murah dan efektif, yaitu perbaikan Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan penanaman pohon di daerah hulu. Usaha ini harus dilakukan secara sungguh-sungguh baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dengan pembenahan DAS volume air hujan dapat terserap dengan baik oleh akar pohon, sehingga debit air yang mengalir di 13 sungai wilayah Jakarta berkurang dan dapat meminimalisir resiko banjir.
· Program perbaikan dan pembuatan mikro drainase yang benar.
· Membuat regulasi dan kebijakan yang tegas dalam pengelolaan lingkungan, dan sisi lain masyarakat mempunyai tanggung jawab sosial menjaga dan melestarikan lingkungan.

REFERENSI
Anonim, 2007 Undang Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Anonim, 2009 Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Asdak, Chay. 2001 Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Bahan Diskusi Penyusunan Kerangka Acuan Pengkajian Pola Pembangunan Berkelanjutan Propinsi Sumatera Utara
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hirnawan, Febri. 2008 “Sumber Daya Geologi Basis Pembangunan Berkelanjutan” , Orasi Ilmiah berkenaan dengan penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Geologi FT. Geologi UNPAD
http://id.wikimapia.org/wiki/Sasaran_Pembangunan_Milenium diunduh tanggal 20 September 2010