Wednesday, December 29, 2010

Kerusakan lingkungan dalam perspektif ekologi manusia

Ekologi manusia memepelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan. Interaksi manusia dan lingkungan membentuk system social budaya atau kebudayaan. Kebudayaan adalah ekspresi adaptasi manusia terhadap setting lingkungannya sehingga kebudayaan senantiasa berubah. Perubahan kebudayaan merupakan cara adaptasi manusia terhadap kondisi lingkungan melalui perubahan teknologi, aktifitas-aktifitas subsisten dan cara-cara mengorganisasikan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam.

Hardin (1968), menyatakan bahwa secara individual manusia cenderung untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam milik bersama yang dikenal dengan istilah “Tragedi of the Commons”. Sementara laju pertumbuhan penduduk menurut Malthus berlangsung secara eksponensial (deret ukur) tidak seperti laju pertumbuhan pangan yang berlangsung secara linier (deret hitung). Akibatnya adalah kerusakan sumber daya milik bersama (the commons) yang semakin parah. Menurut Hardin, solusi menghindari “the tragedy” adalah sumber daya tetap dibiarkan menjadi milik public tetapi harus dikuasai Negara untuk mengatur pemanfaatannya atau jadikan sumber daya milik pribadi.

Pada tahun 70-an, banyak komunitas diasumsikan tidak dapat mengelola sumber daya seperti pertanian, kehutanan, air dan perikanan secara berkelanjutan karena terjebak dalam situasi “ Tragedy of the commons” sehingga banyak Negara mengubah penguasaaan atas sumber daya menjadi property Negara. Tetapi ternyata Negara gagal mengelola sumber daya tersebut karena de jure dikuasai Negara tapi secara de facto open acces oleh semua dan mekanisme pasar juga gagal memainkan peranannya. Sebaliknya dari hardin, ternyata banyak komunitas mampu mengelola sumber daya dengan baik. Contohnya pengelolaan hutan oleh masyarakat di india (JFM), Nepal, Mexico dll, pengelolaan irigasi oleh masyarakat di Jepang dan Bali, pengelolaan perikanan oleh masyarakat di Maluku (sasi system). Jadi, penguasaan sumber daya oleh Negara bukan satu-satunya pengelolaan berkelanjutan. Hardin tidak membedakan antara common pool dan common property. Common pool sebagai milik umum atau semua berhak memiliki dan lebih menunjuk pada bendanya tetapi kalau common property lebih kepada bagaimana benda tersebut mengelolanya. Common pool apabila diekstraksi berlebihan akan menimbulkan kerusakan sehingga perlu ada managemen sumberdaya (Managemen resource). The tragedy of the common dapat dihindari bila individu mau bertindak untuk tujuan kolektif sehingga harus ada aturan yang disepakati.

Pada tahun 80-an muncul gagasan bahwa masyarakat mampu mengelola sumber daya relative baik karena masyarakat bergantung terhadap sumber daya tersebut sehingga secara kolektif masyarakat menjaga sumber daya tersebut. Maka muncul property regime (system kepemilikan) baru yaitu Common property regime selain state property regime dan individual regime yang sudah dikenalkan Hardin sebelumnya. Common property regime merujuk pada sekelompok komunitas yang jelas, mengelola sumber daya yang jelas dan anggota komunitas mempunya hak yang sama terhadap sumber daya.

Tetapi kenapa kerusakan sumber daya tetap terjadi walaupum masyarakat sudah diberikan kewenangan mengelola sumber daya alam. Ternyata dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan walaupun kewenagan pengelolaan sumber daya alam diberikan pada masyarakat, factor keberhasilan dipengaruhi oleh adanya partisipasi aktif masyarakat dan dukungan dari pemerintah dan LSM.

Kecenderungan elit local bertindak untuk kepentingan pribadi juga menjadi pnyebab kegagalan pengelolaan sumber daya oleh masyarakat. Di samping itu factor yang lebih besar terkait politik dan ekonomi global. Masalah sumber daya alam tidak dapat dipahami secara terpisah dari konteks politik dan ekonomi sehingga perlu pendekatan multi disiplin untuk menintegrasikan ekologi manusia dengan ekonomi politik melalui pendekatan politik ekologi.