Tuesday, March 6, 2012
Tetap Baik Dalam Lingkungan Buruk
Catatan Kepala:”Sulit sekali untuk menjadi pribadi yang baik jika kita tinggal di lingkungan yang buruk. Namun, jika keadaan tidak memungkinkan untuk keluar dari lingkungan itu, kita masih memiliki kesempatan untuk menjadi pribadi yang baik.”
Menyingkir merupakan salah satu solusi ampuh untuk menghindari pengaruh buruk lingkungan. Sayangnya, hal itu tidak selalu praktis untuk dilakukan. Jika rumah kita berada di lingkungan yang kurang harmonis, misalnya. Pindah rumah tidaklah selalu murah. Jika suasana kerja dikantor kita tidak lagi kondusif, pindah kerja juga bukan perkara mudah. Mungkinkah kita bisa tetap memiliki sikap dan perilaku baik jika tetap tinggal di lingkungan sedemikian buruk?
Inilah pertanyaan yang sejak lama mampir di benak saya; “Kenapa, ikan laut tidak ikut menjadi asin?” Meski sepanjang hidupnya ikan itu berendam dalam air asin, namun dagingnya tetap saja tawar. Mungkin ini isyarat yang menunjukkan bahwa – jika mau – kita bisa tetap menjadi pribadi yang baik, meskipun orang-orang disekitar kita pada melakukan keburukan secara berjamaah. Kita, kadang takut tersingkir dari lingkungan jika tidak ikut-ikutan perilaku kebanyakan orang. Jika tidak ‘menyesuaikan’ diri dengan praktek-praktek tak pantas atasan, kita takut karir akan mentok. Jika tidak meniru perilaku tak patut teman-teman, kita akan disisihkan. Hari ini, kita diingatkan kembali bahwa tidak peduli seasin apapun air laut. Seberapa lamapun ikan berendam didalamnya. Daging ikan itu tidak ikut menjadi asin. Dari pelajaran ini kita tahu bahwa; tetap menjadi pribadi yang baik dalam lingkungan yang buruk itu bukanlah sebuah kemustahilan. Bagi Anda yang
tertarik menemani saya belajar menjaga kebaikan pribadi didalam lingkungan yang buruk, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:
1. Dari asalnya asing kembali menjadi asing. Guru kehidupan saya mengajarkan bahwa sebelum para Nabi diutus, manusia hidup dalam masa kegelapan. Dimasa itu, kebaikan seolah menjadi barang asing. Itulah sebabnya mengapa ketika para Nabi datang membawa pencerahan; mereka dimusuhi. Ajaran dan ajakannya dinilai tidak relevan dengan keadaan. Dengan kegigihan para utusan itu kemudian manusia berjalan menuju cahaya. Dibawah bimbingan pribadi-pribadi agung itu orang-orang mulai beralih kepada kebaikan, hingga akhirnya keburukan tersisih sedangkan kebaikan menjadi sebuah kebiasaan. Ketika para Nabi dipanggil pulang, nilai-nilai kebaikan mulai terkikis lagi oleh keburukan yang menjanjikan kemudahan dan gelimang kenikmatan. Sampai akhirnya kebaikan yang dahulu asing itu kembali menjadi asing. Maka tidak perlu terlampau heran jika menyaksikan kompakkan sekelompok orang dalam mempertahankan keburukan. Bahkan tidak malu lagi mempertontonkan kepiawaiannya
dalam melakukan keburukan itu. Karena, sudah menjadi fitrah bahwa kebaikan itu akan kembali menjadi barang asing. Namun, ada kabar baik bagi mereka yang masih tetap memiliki nilai-nilai kebaikan didalam dirinya. Karena dia langka. Maka nilainya sangat berharga.
2. Memiliki kemampuan yang bisa diandalkan. Salah satu titik lemah kita adalah keadaan dimana kita merasa tidak berdaya. Kita tidak bisa berbuat apa-apa sehingga apa maunya lingkungan ya terpaksa diikuti saja. Penyebab utama keadaan ini adalah karena kita tidak memiliki kemampuan yang bisa diandalkan untuk meraih kecukupan dalam menjalani hidup. Beda sekali dengan orang-orang yang memiliki kemampuan yang bisa diandalkan. Mereka bisa membawa diri dengan sebaik-baiknya sehingga meski lingkungan buruk menuntutnya melakukan sesuatu, mereka masih bisa menjaga kemandirian. Pengaruh buruk lingkungan tidak bisa menjamahnya. Karena dengan kemampuannya yang bisa diandalkan, mereka tidak menggantungkan diri pada lingkungan yang buruk itu. Mungkin sudah saatnya kita belajar memampukan diri sendiri. Semakin kita sadar belum memiliki kemampuan itu, semakin kita terdorong untuk memulai membangunnya saat ini juga. Mungkin hari ini kita masih bergantung pada
lingkungan. Namun, besok lusa, mungkin kita sudah bisa lebih berdaya. Beberapa tahun lagi, Insya Allah kita bisa membebaskan diri dari jerat pengaruh buruk lingkungan. Karena beberapa tahun lagi, mungkin kita sudah memiliki kemampuan yang bisa diandalkan. Lama nian? Tidak masalah. Itu jauh lebih baik daripada pasrah saja, mengikuti arus yang kita tahu tidak betul itu. Yuk, terus melatih diri. Agar perlahan tapi pasti, kita bisa mempersiapkan esok yang lebih baik. Dan lebih berkah lagi.
3. Membuang sifat serakah. Kita ini tidak miskin-miskin amat lho. Semua yang kita dapat cukup untuk menjalani hidup. Sayangnya, kita tetap saja merasa tidak cukup. Kita suka bingung kala membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Sehingga kita sering menginginkan segala sesuatu yang tidak kita butuhkan. Bahkan ketika semua kebutuhan hidup sudah terpenuhi, kita masih saja mengumbar keinginan terhadap ini dan itu. Bukan soal keinginannya yang salah, tetapi menyelaraskan keinginan itu dengan kemampuan aktual kita. Penghasilan kita – misalnya – cukup untuk menempuh hidup yang layak dan bermartabat. Namun gaya hidup kita, melampaui kemampuan sebenarnya. Makanya kita sering kepepet. Sedangkan kata ‘kepepet’ memiliki sahabat karib bernama ‘terpaksa’. Jika sudah ‘kepepet’, tiba-tiba saja kita berada pada situasi yang memungkinkan kita melakukan sesuatu karena ‘terpaksa’ itu. Melihat bagaimana cara orang lain mengatasi
keterpepetan itu, akhirnya kita terpaksa mengikuti mereka. Padahal, selama gigih berusaha dan berikhtiar; maka hidup kita sudah dijamin. Tuhan yang menjanjikan itu, seperti tertera dalam kitab suciNya. Namun, tidak ada ikhtiar yang bisa memenuhi tembolok yang dibuat dari kantung keserakahan. Maka agar bisa terhindar dari pengaruh buruk lingkungan, kita perlu membuang sifat-sifat serakah yang ada didalam diri kita sendiri.
4. Mengajak anggota keluarga untuk tetap baik. Sungguh tidak mudah untuk menjaga agar orang-orang terdekat kita tetap baik ditengah godaan lingkungan yang buruk. Khususnya terkait godaan hedonisme. Pameran barang mewah. Pertunjukan pelesir kesana kemari. Parade gadget keren dan berganti-ganti. Oh. Seperti serangan bertubi-tubi. Kita sendiri, mungkin bisa menangkisnya karena kita tahu persis sampai sejauh mana kemampuan aktual kita. Tetapi, anggota keluarga kita – istri – suami – anak-anak – sanggupkah mereka untuk kuat seperti kita? Pantas jika kitab suci mewanti-wanti; “Jagalah dirimu dan keluargamu….” Benar firman itu adanya. Buktinya, cukup banyak kan orang hebat yang jatuh karena keluarganya? Bahkan penasihat kehidupan rumah tangga pun belum tentu memiliki resep yang ampuh. Karena tak jarang mereka yang terampil menasihati orang lain pun tidak sanggup menolong dirinya sendiri. Maka kita hanya bisa meraba dan mencoba berbagai
cara. Khususnya, cara-cara yang tertera dalam kitab yang dibuat melalui wahyu Ilahi. Semoga.
5. Meyakini adanya hari perhitungan. Hanya dalam film-film kebaikan selalu memenangkan pertempuran melawan keburukan. Dalam dunia nyata, keburukan sering lebih terorganisir, lebih kompak, dan lebih perkasa. Maka dalam dunia nyata, kita sering melihat kebaikan terkapar nyaris sekarat. Sedangkan keburukan berpesta pora diatas singgasana kemegahan berkilau gemerlap. Itulah dunia nyata. Maka ketika memilih untuk menjadi pribadi yang baik, mungkin kita akan berhadapan dengan kenyataan bahwa kebaikan-kebaikan yang kita praktekkan. Maupun nilai-nilai positif yang kita tebarkan. Seolah dikepung oleh kekalahan atas riuh rendahnya keindahan melakukan keburukan. Nikmat dan lezatnya kemunkaran. Nyaman dan menyenangkannya kebatilan. Maka kebaikan pun kalah telak. Itulah dunia nyata. Namun, sungguh beruntung orang-orang yang meyakini adanya hari perhitungan. Karena keyakinan itu memberi kita penghiburan bahwa setiap keburukan yang dilakukan oleh siapapun ada
hitung-hitungannya. Demikian pula dengan setiap kebaikan yang ada catatan dan takarannya masing-masing. Maka selama meyakini hari perhitungan itu, hati kita menjadi tenteram. Dan kita tahu, bahwa kebaikan yang kita sedang upayakan ini; tidak membawa kita ke tempat manapun selain pahala yang kelak akan kita peroleh tanpa akhir.
Kantor Anda dipenuhi oleh orang-orang yang memamerkan cara-cara buruk? Lingkungan tempat tinggal Anda didominasi oleh perilaku-perilaku kotor? Tidak usah mengeluhkan itu. Cukuplah berfokus kepada 1 hal ini: meniru bagaimana caranya ikan bisa tetap tawar didalam air laut. Tahukah Anda mengapa ikan itu tetap tawar? Tepat sekali. Dia hidup. Maka selama ikan itu hidup, dia akan terus berjuang agar garam diair laut tidak mencemari tubuhnya. Bagaimana dengan kita? Yuk kita meniru sang ikan; selama kita hidup, kita akan terus berjuang agar pengaruh buruk lingkungan tidak mencemari diri kita. Karena selama ikan itu hidup, dia bisa memfungsikan sel khusus untuk menyaring garam. Sel itu bernama ionocyte. Karena selama kita hidup, kita bisa memfungsikan organ khusus yang menyaring keburukan. Organ itu. Bernama. Kalbu. Semoga.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 1 Maret 2012
Training Natural Intelligence Leadership 2-3 April 2012
Info lebih lanjut: 0812 19899 737 atau 0812 1040 3327.
Catatan Kaki:
Ketika keburukan terlihat dominan didalam lingkungan yang kita tinggali, kita memiliki 2 pilihan; mengikutinya. Atau menjadikannya penguat tekad untuk tetap menjadi baik
Friday, March 2, 2012
Hakikat Sombong
HAKIKAT SOMBONG - Rosulullah SAW. Bersabda : Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari kesombongan. Salah seorang shahabat lantas bertanya: Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sandalnya baik? Maka beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Dzat yang Maha Indah dan senang dengan keindahan, sombong itu adalah menolak kebenaran (HR Muslim dalam Shahih-nya, Kitabul Iman, Bab: Tahrimul Kibri wa Bayanuhu)
Allah SWT Berfirman:.. dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata. [Ad-Dhukhan 17-19]
Orang yang sombong, selalu berambisi untuk meninggikan dirinya di hadapan Allah Taala dengan cara meremehkan menolak syariat dan ajaran agama. Padahal perkataan yang benar adalah dari Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya Shallallahu�alaihi wasallam dan dia meninggikan dirinya di hadapan manusia sehingga mengolok-olok, meremehkan serta menjelek-jelekan. Na'udzubillah Min Dzalik
Allah Taala berfirman yg artinya, Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. At Taubah : 65-66).
(Sumber : Yusuf Mansur Network)
Allah SWT Berfirman:.. dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata. [Ad-Dhukhan 17-19]
Orang yang sombong, selalu berambisi untuk meninggikan dirinya di hadapan Allah Taala dengan cara meremehkan menolak syariat dan ajaran agama. Padahal perkataan yang benar adalah dari Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya Shallallahu�alaihi wasallam dan dia meninggikan dirinya di hadapan manusia sehingga mengolok-olok, meremehkan serta menjelek-jelekan. Na'udzubillah Min Dzalik
Allah Taala berfirman yg artinya, Katakanlah: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. At Taubah : 65-66).
(Sumber : Yusuf Mansur Network)
Wednesday, February 22, 2012
Kenapa wanita lebih banyak di neraka
Pertanyaan:
Kenapa jumlah wanita di neraka lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki?
Jawaban:
Alhamdulillah
Telah ada pernyataan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa para wanita itu lebih banyak sebagai penghuni neraka.
“Dari Imran bin Husain radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاء (رواه البخاري 3241 ومسلم 2737)
“Aku diperlihatkan di surga. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum fakir. Lalu aku diperlihatkan neraka. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari, 3241 dan Muslim, 2737)
Adapun sebabnya, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ditanya tentang hal itu, lalu beliau menjelaskan dalam riwayat Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
َأُرِيتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ مَنْظَرًا كَالْيَوْمِ قَطُّ أَفْظَعَ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ ، قَالُوا : بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : بِكُفْرِهِنَّ ، قِيلَ : يَكْفُرْنَ بِاللَّهِ ، قَالَ : يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ كُلَّهُ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ (رواه البخاري، رقم 1052) .
“Saya diperlihatkan neraka. Saya tidak pernah melihat pemandangan seperti hari ini yang sangat mengerikan. Dan saya melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita. Mereka(para sahabat-ed) bertanya, ‘Kenapa wahai Rasulallah? Beliau bersabda, ‘Dikarenakan kekufurannya.' Lalu ada yang berkata, 'Apakah kufur kepada Allah?' Beliau menjawab, ‘Kufur terhadap pasangannya, maksudnya adalah mengingkari kebaikannya. Jika anda berbuat baik kepada salah seorang wanita sepanjang tahun, kemudian dia melihat anda (sedikit) kejelekan. Maka dia akan mengatakan, ‘Saya tidak melihat kebaikan sedikitpun dari anda.” (HR. Bukhari, no. 1052)
Dari Abu Said al-Khudri radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam keluar waktu Ied Adha atau Ied Fitri dan melewati para wanita dan bersabda,“Wahai para wanita, keluarkanlah shadaqah karena saya diperlihatkan bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah dari kalangan kalian. Mereka berkata, ‘Kenapa wahai Rasulullah? Beliau bersabda: “Kalian sering mengumpat, dan mengingkari pasangan. Saya tidak melihat (orang) yang kurang akal dan agama dari kalangan anda semua dibandingkan seorang laki-laki yang cerdas.' Mereka bertanya, ‘Apa kekurangan agama dan akal kami wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, ‘Bukankah persaksian (syahadah) seorang wanita itu separuh dari persaksian orang laki-laki.' Mereka menjawab: ‘Ya.' Beliau melanjutkan: ‘Itu adalah kekurangan akalnya. Bukankah kalau wanita itu haid tidak shalat dan tidak berpuasa.' Mereka menjawab, ‘Ya.' Beliau mengatakan, ‘Itu adalah kekurangan agamanya.” (HR. al-Bukhari, no. 304)
Dan dari Jabir bin Abdullah radhialalhu’anhuma berkata, Saya menyaksikan shalat Ied bersama Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah tanpa azan dan iqamah. Kemudian berdiri bersandar kepada Bilal, dan memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan menganjurkan kepada ketaatan kepadaNya dan menasehati manusia serta mengingatkannya. Kemudian beliau berjalan mendatangi para wanita, dan memberikan nasehat kepada mereka dan mengingatkannya. Beliau bersabda, ‘Bersadaqahlah para wanita, karena kebanyakan dari kalian itu menjadi bara api neraka Jahanam.' Maka ada wanita bangsawan dan kedua pipinya berwarna (merah) berdiri bertanya, ‘Kenapa wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, ‘Karena kamu semua seringkali mengadu dan mengkufuri suami.' Berkata (Jabir), ‘Maka para wanita memulai bersodaqah dan melemparkan gelang, giwang dan cincinnya ke pakaian Bilal." (HR. Muslim, no. 885)
Seyogyanya bagi para wanita mukmin yang mengetahui hadits ini berbuat seperti perbuatan mereka para wanita shahabat. Ketika mengetahui hal ini, mereka langsung melakukan kebaikan, dimana hal itu dengan izin Alah sebagai sebab yang dapat menjauhkan mereka masuk ke dalam kelompok yang terbanyak (masuk neraka). Maka nasehat kami kepada para wanita muslimah, agar menjaga komitmen dengan syiar Islam dan kewajibannya. Terutama shalat serta menjauhi apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala terutama syirik dengan segala macam bentuknya yang berbeda-beda yang tersebar di tengah-tengah para wanita seperti memohon keperluan kepada selain Allah dan mendatangi sihir, tukang ramal dan semisal itu.
Kami memohon kepada Allah agar menjauhkan kita dan saudara-saudara kami dari api neraka dan yang mendekatkan ke sana baik berupa ucapan maupun perbuatan.
[Sumber: Soal Jawab Tentang Islam di www.islamqa.com]