Wednesday, November 11, 2009

Penambangan Pasir Krakatau

Dirjen Perlindunga Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, Darori, menantang masyarakat Lampung untuk membuktikan kebenaran penambangan atau pengambilan pasir yang dilakukan PT Ashco Unggul Pratama (AUP) di Gunung Anak Krakatau (GAK). Menurut Darori, setelah mendampingi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan melihat kondisi GAK dari jarak dekat dengan helikopter, pihaknya tidak menemukan tanda-tanda penambangan atau pengambilan pasir di bibir pantai GAK.

"Kami tidak bisa sembarangan menuduh tanpa bukti. Kami pastikan pihak Dephut menyelidiki kasus ini. Namun kalau LSM di Lampung memiliki bukti kuat tentang penambangan pasir ini, ya, silakan laporkan kepada kami atau pihak berwajib" kata Darori saat menjadi pembicara Bincang Sabtu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung di Bandar Lampung, Sabtu (7-11).

Darori mengatakan foto-foto kapal dan pipa penyedot yang ditunjukkan Walhi pada acara tersebut tidak dapat dijadikan bukti kuat terjadi penyedotan pasir, apalagi dalam jumlah banyak. "Ya di foto itu kan tidak terlihat pasirnya. Apalagi kondisi alamnya juga tidak tampak berubah," kata Darori.

Darori menjelaskan GAK merupakan kawasan cagar alam. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 disebutkan cagar alam merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya memiliki ciri khas tumbuhan, satwa, dan ekosistem yang perlu dilindungi dan perkembangan cagar alam ini dibiarkan secara alami. Jadi, bila diketahui ada yang sengaja merusak kealamian bentang alam di GAK, dapat dikenakan sanksi kurungan hingga denda miliaran rupiah.

Mitigasi Krakatau

Di sisi lain, Ketua Tim Survei Mitigasi GAK Igan Sutawijaya meyakinkan dalam pengamatannya, pasir GAK merupakan pasir hitam biasa yang tidak mengandung besi atau partikel berharga lainnya. Jadi sama sekali tidak menguntungkan pengusaha. "Saya juga ikut mengawasi aktivitas PT AUP ini. Mereka tidak melakukan penyedotan dalam jumlah besar. Di GAK ini tidak ada pasir besi atau lainnya, hanya pasir biasa," ujarnya.

Kegiatan mitigasi harus dilakukan di sekitar gunung api sebagai langkah menghindari kemungkinan terburuk akibat aktivitas tiap gunung api. Apalagi, menurut dia, GAK merupakan salah satu gunung api yang banyak dikunjungi wisatawan nusantara dan mancanegara, sehingga mitigasi sangat diperlukan.

Igan menjelaskan Pemerintah Provinsi Lampung seharusnya mulai memikirkan upaya memaksimalkan potensi pariwisata GAK tanpa mengubah jati dirinya sebagai cagar alam. Lokasi yang sangat mungkin dikunjungi wisatawan menurutnya adalah bagian timur GAK. Sedangkan wilayah lainnya sangat rentan dialiri lava pijar.

Untuk melindungi wisatawan yang hendak mendaki GAK, menurut Igan, pemerintah harus membuat suatu saluran leleran lava sehingga tidak masuk ke area wisata GAK yakni di bagian timurnya. Namun, saluran leleran lava ini, kata Igan, tentu tidak murah. "Biayanya tentu tidak sedikit. Pemerintah mungkin bisa mengundang pihak swasta untuk terlibat dan menanamkan modalnya di sana," ujarnya. (Lampost, 8 November 2009)

No comments:

Post a Comment